Kamis, 26 Maret 2009

Mengamati Proses Revitalisasi di Kapuas

Beberapa hari terakhir saya banyak browsing data mencari contoh-contoh kegiatan revitalisasi kawasan untuk dipelajari prosesnya. Sukurnya pas ngopy data dari staf PU Propinsi saya menemukan data-data kegiatan Revitalisasi Kawasan Bersejarah di Kabupaten Kapuas. Kegiatan revitalisasi di Kapuas sudah berlangsung sejak tahun 2004 yang juga dilakukan secara bertahap sesuai skenario yang telah disusun. Berdasarkan data, Kota Kuala Kapuas merupakan salah satu ibu kota kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah, geografis berada pada koordinat 115o35’ - 117o26’ Bujur Timur dan 1o15’ - 2o25’ Lintang Selatan, lokasi fisik berada pada 2 (dua) kecamatan yaitu kecamatan Selat dan kecamatan Kapuas Hilir dengan luas 10,72 km2. Adapun sejarah berdirinya Kota Kuala Kapuas yaitu sejak berkembangnya komunitas pribumi asli Kabupaten Kapuas, yaitu suku Dayak Ngaju yang terdiri dari 2 (dua) suku kecil yaitu Oloh Kapuas-Kahayan dan Oloh Otdanum, sejak awal mulanya di sepanjang aliran bagian hilir dan tengah sungai Kapuas dan Kahayan telah bermukim suku Oloh Kapuas-Kahayan dan pada bagian hulunya bermukim Oloh Otdanum.

Sebuah kisah pusaka/warisan sejarah yang cukup dikenal di kawasan ini yaitu Tetek Tatum dimana menuturkan tentang nenek moyang pertama sejak mulai muncul di sekitar pegunungan Schwaner di Kalimantan Tengah, kemudian komunitasnya mulai menyebar di sepanjang tepi sungai Kapuas dan Kahayan sehingga terbentuk permukiman kelompok yang selanjutnya merupakan sebuah bangunan tunggal memanjang berbentuk Betang (Rumah Betang) tempat kediaman seluruh penduduk desa. Konon desa keluarga berumah panjang yang tertua di kawasan ini yaitu Tumbang Pajange di Desa Kahayan Hulu, pulau Kantan di Kahayan Hilir, Batu Sandung di Kapuas Tengah, pulau Kupang dan lewu Juking di Kapuas Hilir, sedangkan desa keluarga berumah panjang terakhir yang masih terdapat dibagian tersebut pada abad XIX antara lain adalah sungai Apui, sungai Handiwung, Palangkai dan Bangkungin, kemudian sungai Pasah dan Hampatung ditepi Kapuas Murung, selanjutnya Porabingen, Buntoi, Gohong, Sangai dengan Tumbang Hanoi sepanjang tepi sungai Kahayan.

Objek revitalisasi yang diupayakan dan dikembangkan di Kota Lama Kuala Kapuas yaitu pada kawasan situs bersejarah Betang Sei Pasah seluas 6,2 Ha, pasar lama di tepian sungai Kapuas Murung dan sepanjang jalan Mawar, Sudirman dan Anggrek, Dermaga disepanjang sungai Kapuas Murung (Danau Mare). Dampak dari revitalisasi yang diharapkan adalah mengangkat nilai sejarah tentang awal berdirinya Kota Kuala Kapuas yang berisi tentang rumah adat Betang, pendiri-pendirinya, cerita-cerita sejarah, legenda dan benda-benda sejarah yang dapat menarik orang untuk berkunjung ke Kota Kuala Kapuas serta dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat sekitar, pendapatan daerah dan memperbaiki lingkungan, terutama daerah tepian sungai dan kawasan Rumah Betang tersebut. Konsep-konsep demikian sudah sesuai berdasarkan struktur tata ruang kota Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Konsep-konsep tersebut juga dirumuskan berdasarkan temuan potensi dan permasalahan di lokasi.

- Potensi Kawasan Situs Betang Sei Pasah
a) Sungai, sebagai akses dan entry point ke arah jembatan Pulau Petak yang menghubungkan Jalan Trans-Kalimantan Palangka Raya – Banjarmasin.
b) Kekayaan ekosistem, yang dapat dikembangkan sebagai kawasan konservasi.
c) Keberadaan aneka pohon buah-buahan, dapat bermanfaat sebagai pohon peneduh dan dinikmati pula buahnya.
d) Jalan Trans-Kalimantan, sebagai akses utama di jalur darat yang menghubungkan 2 (dua) provinsi yaitu Kalteng – Kalsel.
e) Wujud situs betang dengan dijadikannya rumah-rumah tersebut menjadi homestay, gueshouse.
f) Sebagai obyek bersejarah situs betang
g) Sebagai landmark kawasan
h) Sebagai elemen bangkitnya lalu lintas dari-ke arah situs betang.
i) Sebagai akses penghubung provinsi Kalteng – Kalsel
j) Sebagai elemen street furniture yang dapat memperkuat keberadaan situs betang.
k) Merupakan potensi wisata sejarah dan dapat dikembangkan sebagai daerah transit.
l) Merupakan monumen sejarah asal mula masyarakat Dayak Kapuas bermukim di Kuala Kapuas sehingga menjadi Kota Kuala Kapuas.
m) Sebagai jalur transportasi air yang utama bagi masyarakat Kapuas khususnya dan masyarakat Kalimantan pada umumnya, sehingga dapat dikembangkan sebagai potensi wisata andalan.

- Masalah
a) Kurangnya sarana prasarana dari dan ke kawasan betang melalui jalur sungai.
b) Kondisi mangrove/bakau yang sudah mulai rusak akibat pendirian beberapa bangunan disamping bantaran Sungai Kapuas Murung seberang.
c) Pohon buah-buahan tersebut tidak ada yang memelihara/merawat (kecuali disekitar rumah penduduk) sehingga banyak ditumbuhi semak-semak yang mengganggu keberadaan pohon buah tersebut.
d) Belum adanya elemen penanda/signage keberadaan kawasan situs betang seperti pintu gerbang, rambu-rambu petunjuk, yang menyebabkan pengguna jalan Trans-Kalimantan tidak mengetahui sama sekali keberadaan situs betang tersebut.
e) Kondisi perumahan yang masih sederhana dan belum memiliki ruang khusus bagi tamu/wisatawan yang datang berkunjung.
f) Kondisi bangunan yang sangat memprihatinkan.
g) Belum ada petunjuk ke lokasi situs betang.
h) Masih merupakan lahan terbuka hijau.
i) Keaslian sisa-sisa rumah Betang sudah tidak banyak dijumpai lagi
j) Sungai Kapuas Murung sering dilalui oleh ranting dan batang pohon akibat adanya kayu hasil penebangan liar yang ikut hanyut menuju muara sungai Kapuas sehingga sering mengganggu jalur lalu lintas sungai.

Konsep Dasar Revitalisasi
Konsep dasar revitalisasi mengacu pada konsep yang memprioritaskan pengembangan elemen utama kawasan kota lama yang diperkirakan berpengaruh besar terhadap perkembangan sosial, mendorong pertumbuhan ekonomi maupun transpotasi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan kegiatan lain dengan mengacu pada rencana penataan bangunan dan lingkungan (RTBL) setempat. Sebagai salah satu bangunan bersejarah yang dapat dijadikan sebagai potensi wisata, maka bangunan Betang perlu ditata sehingga keberadaannya dapat memberikan daya tarik tersendiri.

Upayanya adalah memberikan sentuhan sebaik mungkin atas setiap komponen yang memberi nilai sejarah dan budaya, sehingga obyek tersebut dapat memberikan nilai yang berarti bagi setiap pengunjung, di kawasan ini juga dapat dimanfaatkan berbagai kegiatan masal baik berupa atraksi seni, kegiatan pertemuan, event-event/perayaan-perayaan khususnya baik ditingkat lokal, regional maupun nasional.

Dengan konsep-konsep perencanaan dasar tersebut dapat dibagikan menjadi 9 (sembilan) segmen, yaitu :
Segmen 1 : Kawasan dermaga kapal/barang sungai (dermaga speet boat). Pada segmen ini dirancang penatan terhadap kawasan dermaga kota lama, bangunan dermaga dikembangkan untuk melayani intensitas kegiatan penyeberangkan kapal ferry ke kawasan atau ke kampung yang ada disekitarnya.
Segmen 2 : Kawasan dekat kafe terapung. Bangunan ini dikembangkan untuk melayani wisata jajanan/makanan khas daerah Kalimantan Tengah, Titian ulin menuju kafe direncanakan menyatu dengan dermaga penyeberangan ditingkatkan menjadi dermaga orang, barang dan dermaga ferry, serta untuk memperlancar arus lalu lintas pejalan kaki ditepian sungai.
Segmen 3 : Kawasan pelabuhan Danau Mare/Dermaga Klotok. Kawasan ini direncanakan untuk dikembangkan melayani intensitas kegiatan penumpang, memperlancar bagi pejalan kaki ditepian sungai Kapuas Murung sampai ke dermaga barang maupun menuju ferry.
Segmen 4 : Dermaga nelayan. Dermaga ini direncanakan dan dikembangkan untuk melayani intensitas para nelayan dan tenpat para nelayan untuk menjual ikan hasil tangkapannya.
Segmen 5 : Dermaga penyeberangan. Dermaga inidirencanakan dan dikembangkan untuk melayani intensitas kegiatan penyeberangan barang, kendaraan dan orang yang cenderung meningkat, dilayani dengan parkiran, akses pintu masuk untuk menuju ferry yang datang dari seberang.
Segmen 6 : TPS (Tempat Pembuangan Sampah). Direncanakan untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang ada diwilayah sekitar TPS berada di jalan mawar dengan luas lahan 240 m2.
Segmen 7 & 8 : Tempat ruko 2 (dua) lantai di jalan anggrek. Bangunan rumah toko mencakup bangunan yang ada terletak disepanjang jalan anggrek, bangunan ini dirancang dengan mengikuti bangunan lama dengan memperhitungkan potensi lingkungan sehingga dengan kehadiran bangunan tersebut akan menciptakan karakter bagi kawasan Kota Lama Kapuas.
Segmen 9 : Persimpangan jalan Sudirman dan jalan A. Yani. Kawasan ini direncanakan sebagai sub terminal untuk mendukung kegiatan penyeberangan di dermaga ferry sehingga pengangkutan manusia dari dan ke pusat kota yang selama ini sangat terbatas dapat diatasi. Disini juga dilengkapi dengan taman antara persimpangan jalan A. Yani dan jalan Suprapto disekitar taman dibuat pagar sebagai pelindung agar tidak dirusak.



Arahan Penatan Bangunan pada Kawasan Kota Lama Kuala Kapuas
1. Dermaga kapal/barang, pintu gerbang, bangunan pendukung (halte) berarsitektur lokal, perparkiran, pagar kayu berornamen tradisional, titik lampu penerangan, pujasera (warung jananan/makanan)
2. Pujasera, jalan titian, pagar pengaman ukiran tradisional, tempat sampah (ornamen lokal).
3. Dermaga perahu klotok, bangunan peneduh berbentuk bangunan rumah adat, pagar kayu (ornamen tradisional) pintu gerbang menyatu dengan lolut, titian menyatu dengan dermaga penyeberangan, pagar pengaman.
4. Dermaga nelayan, bangunan peneduh, pagar kayu, titik lampu, bangunan pelelangan ikan, kios, jalan titan, pagar pengaman.
5. Dermaga penyeberangan, pintu gerbang + loket, pagar kayu ulin, titik lampu penerangan, vegetasi (pot-pot bunga), perparkiran, kantor pengelola dengan bentuk rumah adat, ruko dan kios.
6. Tempat pembuangan sampah (TPS), jalan titian, pagar pengaman.
7. Ruko, ruang terbuka, parkir.
8. Sub terminal, taman, pohon peneduh, lampu taman..

Realisasi Pekerjaan Fisik
Setelah dilakukan pematangan konsep, skenario, strategi dan rencana Revitalisasi Kawasan Bersejarah Sei Pasah di Kapuas tersebut, maka dalam menindaklanjuti hasil perencanaan dilaksanakan proyek pekerjaan fisik kawasannya yang dilakukan secara bertahap. Tahapan Pekerjaan fisiknya yaitu sebagai berikut :
Tahap I : Pembebasan Lahan (2004-2006)
Pembebasan lahan dilakukan pada titik-titik lokasi rencana pengembangan yang masih dimiliki penduduk sekitar situs bersejarah. Nilai lahan yang dibebaskan mencapai Rp. 808.077.500,- yang sumber dananya berasal dari APBD Kabupaten Kapuas

Tahap II : Pembangunan dan Rehab Bangunan Inti (2005-2006)
Pekerjaan fisik yang dilakukan meliputi pembangunan kembali Rumah betang Sei Pasah dan rehab bangunan Sandung 1 dan 2, dengan anggaran Rp. 675.000.000,- dengan sumber dana berasal dari APBD Propinsi Kalimantan Tengah

Tahap III : Pembangunan Sarana-Prasarana Pendukung (2007)
Pekerjaan fisik yang didanai APBN melalui Satker PBL PU Kalteng senilai Rp. 519.556.000,-, meliputi :
· Pembuatan Tempat Parkir
· Pembuatan Jalan Paving Stone
· Pembuatan Kursi Taman
· Pembuatan Pot-pot Bunga
· Pembuatan Gorong-gorong Pas. Batu
· Pekerjaan Pengecatan

Tahap IV : Pembangunan Sarana-Prasarana Pendukung (2008)
Pekerjaan fisik yang juga didanai APBN melalui Satker PBL PU Kalteng senilai Rp. 974.500.000,-, meliputi :
· Pembuatan Pintu Gerbang
· Pembuatan Pagar Kawasan
· Pembuatan Tambatan Perahu
· Pembuatan Paving Stone Tambatan Perahu
· Pembuatan Titian Danau Mare

Kondisi kawasan saat ini setelah dilakukan penanganan secara intensif dalam kegiatan Revitalisasi Kawasan Bersejarah Sei Pasah di Kabupaten Kapuas, saat ini telah menjadi kawasan wisata sejarah yang cukup tertata dan dapat diandalkan untuk membangkitkan daya tarik kawasan, sehingga mampu memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pembangunan yang berkarakter dengan tetap mempertahankan identitas setempat sebagai warisan kebudayaan tradisional Dayak.

Senin, 23 Maret 2009

Berkarya untuk berbagi, Berbagi untuk berbakti !!!

Sebagai bagian dari umat manusia yang hidup bermasyarakat di dunia ini, sejatinya masing-masing dari kita bertanggung-jawab untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar kita dalam berbagai bentuk, baik perbuatan, pikiran, maupun materi (kalo belum mampu juga ya kontribusi dalam bentuk doa-doa yang baik, kalo yang itu belum mampu juga… ya belajar dong !!!). Hendaknya kita memanfaatkan segala potensi yang ada pada diri kita untuk kepentingan masyarakat, bukan malah sebaliknya memanfaatkan segala potensi atau sumberdaya masyarakat untuk kepentingan pribadi (Ssst… bukannya nyindir beberapa pejabat yang hobi pasang iklan pencitraan diri pake uang negara lho...!!!).

Tindakan memanfaatkan potensi atau sumberdaya masyarakat untuk kepentingan pribadi janganlah terlalu berlebihan apalagi jika itu dilakukan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pelayanan publik karena ujung-ujungnya akan terjadi korupsi yang merugikan kepentingan dan hak-hak masyarakat. Kontribusi masyarakat yang telah membayar pajak janganlah disia-siakan.
Tumbuhkan semangat berkarya untuk berbagi agar tercipta keharmonisan tatanan kehidupan masyarakat dan peradaban. Setelah beberapa bulan terlibat dalam kegiatan konsultan perencanaan dan pengawasan pembangunan saya mulai sedikit memahami mengapa terjadi begitu banyak kesemrawutan dan kekurangan yang terjadi dalam kegiatan pembangunan infrastruktur di negara kita, khususnya di daerah-daerah tertinggal seperti Kalimantan. Sangatlah patut disayangkan anggaran triliunan rupiah yang mengalir di bumi kalimantan dari pemerintah pusat ternyata tidaklah diserap dengan efektif dan efesien. Semua ini akibat kombinasi keserakahan yang dipadukan dengan ketololan absurd dan egoisme pribadi.
Contoh kekonyolan tersebut nampak jelas di Kabupaten Lamandau, Propinsi Kalimantan Tengah (sekitar 12 jam perjalanan darat dari Kota Palangkaraya). Sebagai salah satu kabupaten pemekaran yang telah berusia lima tahun dengan APBD lebih dari 400 milyar/tahun seharusnya wilayah ini mengalami banyak kemajuan yang berarti terutama kondisi infrastrukturnya, apalagi jumlah penduduknya cuman 54.000 jiwa saja. Tapi sayangnya yang terjadi tidaklah demikian, bahkan di Kota Nanga Bulik yang merupakan ibukota kabupatennya, kondisi infrastruktur yang dimiliki sangatlah menyedihkan.
Kondisi jalan-jalan di Kota Nanga Bulik bisa dibilang 90 % dalam kondisi rusak, bahkan termasuk ruas jalan depan Kantor Bupatinya. Lho kok bisa demikian…? Apa tidak ada kegiatan pembangunan atau pemeliharaan jalan disana…? Hmmm… bisa dibilang disana selalu dianggarkan dan dilaksanakan kegiatan pembangunan dan pemeliharaan jalan secara rutin hingga menyedot dana puluhan milyar tiap tahun. Tapi sayangnya kualitas pekerjaan amat begitu buruk akibat kombinasi keserakahan yang dipadu dengan ketololan absurd dan egoisme pribadi yang mewabah diantara pihak-pihak yang terlibat, mulai dari kontraktor, konsultan pengawas, hingga oknum-oknum di pemerintahan. Bayangkan saja dari dana yang dianggarkan untuk masing-masing paket kegiatan proyek fisik ternyata hanya sekitar 30 % saja yang benar-benar dialokasikan untuk pembiayaan pekerjaan karena sudah dipotong 10 % untuk kepala dinas & Bupati, 12 persen untuk pajak-pajak, 10 persen untuk upeti/pungli oknum-oknum pejabat pemda khususnya panitia lelang, 10 persen biaya operasional proyek, dan sisanya untuk keuntungan kontraktor/pelaksana proyek. Pihak konsultan perencana dan pengawas pun juga mengalami nasib serupa
Sulit rasanya mengupayakan kualitas pekerjaan kalo dana yang efektif terpakai untuk proyek pembangunan tersebut hanya 30-40 % dari nilai anggaran yang dialokasikan. Apalagi jika SDM yang terlibat ternyata begitu bebal dan bertindak konyol dalam kegiatan proyek tersebut . Sebagai contoh ketika pelaksanaan penimbunan tanah oleh salah satu kontraktor lokal untuk pembangunan jalan yang nyata-nyata kondisi tanah di lapangan begitu labil karena strukturnya dominan lahan bergambut, setelah ditimbun mereka tak langsung melakukan pemadatan, hingga tinggi timbunan mencapai lebih semeter baru dilakukan pemadatan (idealnya tiap 10-15 cm timbunan, langsung dilakukan pemadatan dengan vibrator dan begitu seterusnya).
Konyolnya lagi mereka melakukan pemadatan tanah timbunan untuk jalan tersebut dengan cara yang amat sederhana yaitu dengan diinjak-injak kaki pekerja plus cangkul sambil sesekali digilas ban truk yang mondar-mandir membawa material timbunan (saya rasa meski diinjak-injak gajah Afrika sekalipun, untuk timbunan setebal semeter seperti itu kondisi tanah timbunan sulit padat merata hingga ke dasar, apalagi timbunannya diatas tanah yang labil seperti tanah gambut yang banyak di kalimantan ini). Kekonyolan lain yang nampak adalah pekerjaan pembangunan jalan tersebut tak dilengkapi pula dengan sistem drainase jalan yang memadai mengingat curah hujan yang amat tinggi di wilayah tropis ini, maka tidak heran jika aliran air langsung menggerus badan jalan baru itu.
Akibatnya jelas tampak, untuk kasus pembangunan jalan di salah satu ruas jalan poros Kota Nanga Bulik Kalteng yang telah memakan dana 1,4 milyar, kurang dari sebulan setelah jalan yang dikerjakan sembrono tersebut selesai diaspal, kondisi permukaan jalan mulai bergelombang, dan bulan berikutnya aspal mulai terkelupas dan berlobang-lobang hingga kondisi jalan menjadi buruk rupa seperti habis dihujani bom militer Israel. Dan lucunya lagi pada tahun berikutnya dianggarkan dana untuk pemeliharaan jalan bobrok tersebut agar kembali mulus (meski cuma beberapa bulan aja) dan begitulah seterusnya yang terjadi tiap tahun selalu ada proyek khususnya bagi kontraktor lokal (entah sampai kapan lingkaran setan ini bisa diakhiri).

Kasus konyol lain yang terjadi di lamandau di tahun 2008 adalah saat kegiatan pembangunan jaringan listrik tegangan menengah di daerah Batu Kotam. Sesuai kontrak kerja yang disepakati pada proyek bernilai total 2,86 milyar tersebut, kontraktor diharuskan membangun jaringan listrik sepanjang 8950 m termasuk mendirikan 179 tiang beton lengkap dengan aksesorisnya, dan kabel tegangan menengah (A3C 150 mm2) dengan panjang total 29.000 m. Waktu yang diberikan yaitu 150 hari, dimulai tanggal 17 Juli yang menurut kalender berakhir pada 16 Desember. Entah karena terlalu sibuk mengerjakan proyek di wilayah lain ataukah karena emang malas, hingga bulan september belum ada tanda-tanda kegiatan proyek mulai berjalan. Pada bulan oktober, baru mulai diadakan pengukuran dan pematokan jalur yang akan dibangun. Beberapa material khususnya tiang beton mulai berdatangan meski baru sekitar 15 % dari keseluruhan nilai kontrak.

Pada bulan november, beberapa tiang mulai didirikan meski jumlahnya masih sedikit. Hingga akhir november baru 34 tiang beton yang berdiri, itupun tanpa kabel tegangan menengah. Minggu-minggu berikutnya tak ada aktivitas menonjol, karena pihak kontraktor masih sibuk mendatangkan sisa material padahal tenggat waktu yang diberikan kian dekat. Pihak Distamben setempat selaku pemberi proyek dibuat kalang-kabut karena pada bulan Desember ada pemeriksaan proyek dari Bawasda Propinsi dan bulan berikutnya, BPK dari Jakarta akan segera datang. Pihak kontraktor tetap cuek, meski mendapat peringatan dari Distamben setempat maupun konsultan pengawas untuk segera menuntaskan pekerjaan (Mentang-mentang dia adik mantan gubernur, sekaligus tokoh parpol besar di Kalteng).

Akhirnya pihak konsultan pengawas mengambil keputusan tegas untuk mengajukan pemutusan kontrak bagi kontraktor sinting itu dengan alasan realisasi pekerjaan hingga minggu kedua bulan desember baru mencapai 33 %. Langkah tersebut disetujui oleh Kepala Distamben setempat yang langsung menyusun draft pemutusan kontrak dengan dibantu oleh konsultan. Konyolnya pihak kontraktor malah mengadukan pihak konsultan pengawas ke Bupati, dan lucunya ia juga menekan Bupati untuk memperpanjang kontraknya dengan alasan pekerjaannya terhambat oleh masalah pengiriman material yang sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan Pelabuhan Kumai, Kotawaringin Barat. Padahal ia baru sibuk mengirim material mulai November atau sekitar sebulan sebelum batas waktu kontraknya habis. Beberapa pimpinan partai besar tingkat propinsi juga ikut-ikutan menekan bupati untuk memberikan keringanan dan perpanjangan waktu bagi kontraktor tersebut.

Sang bupati lalu mengumpulkan pihak distamben dan konsultan pengawas untuk membahas permasalahan tersebut. Setelah mendapat masukan dan bukti-bukti kuat, akhirnya bupati mendukung pemutusan kontrak tersebut untuk memberikan pelajaran bagi kontraktor lainnya. Mendengar keputusan bupati tersebut, sang kontraktor lalu meneror pihak konsultan dengan beragam ancaman, bahkan juga akan mengirim beberapa preman meski itu akhirnya tak dilakukan. Tindakan kontraktor yang ugal-ugalan itu sungguh disesalkan, seharusnya ia belajar mengakui dan memperbaiki kesalahannya. Mestinya ia malu bila berbuat salah, bukannya malah mencari kambing hitam. Mereka harus sadar akan tanggung jawab mereka untuk melaksanakan kegiatan pembangunan yang didanai pajak masyarakat dengan sungguh-sungguh, bukan malah mengkhianatinya.

Dengan demikian pantaslah kiranya jika masing-masing dari kita mulai menumbuhkan kesadaran spiritual dan etika yang beradab untuk memperbaiki kerusakan tatanan ini. Semangat baru yang perlu dimiliki saat ini adalah semangat berkarya untuk berbagi. Berbagi pengetahuan, berbagi kebaikan, berbagi kasih-sayang, berbagi rezeki, berbagi karya, dan itu semua juga merupakan wujud pengabdian/Ibadah dan rasa berbakti kita kepada Tuhan dan masyarakat.
MARI BERJUANG…. MARI BERKARYA… MARI BERBAGI… !!!